Selama Pandemi, Desa Wisata Jadi Primadona Lepas Penat

Penulis:

Digitaldesa.id – Pandemi Covid-19 telah memukul keras dunia Pariwisata.

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyebut Bali merupakan provinsi yang mengalami pukulan terdalam di sektor pariwisata karena pandemi. Pasalnya, lebih dari 60 persen dari pendapatan masyarakat Pulau Dewata berasal dari sektor tersebut.

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali menyatakan, pariwisata Bali berpotensi merugi hingga Rp138,6 triliun atau US$9 miliar (mengacu pada kurs April, Rp15.400 per dolar AS).

"Potensi kerugian kami sepanjang 2020 ini kurang lebih US$9 miliar, yang paling besar adalah wisata tirta," ungkap Ketua Umum GIPI, Ida Bagus Agung Partha Adnyana, pada Jumat (24/4) lalu seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Tak hanya sektor pariwisata, sektor turunannya seperti hotel dan restoran pun 'menjerit'. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memaparkan, pandemi virus corona membuat lebih dari 2 ribu hotel tutup dan lebih dari 8 ribu restoran tidak beroperasi.

Secara total, pandemi berdampak signifikan pada lebih dari 10 ribu perusahaan di sektor pariwisata.

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menjelaskan penutupan itu membuat perusahaan kehilangan potensi pendapatan. Berdasarkan hitungannya, potensi pendapatan untuk sektor perhotelan yang hilang dari Januari-April 2020 saja sebesar Rp30 triliun dan restoran Rp40 triliun.

Managing Partner Inventure Yuswohady mengatakan selama pandemi masyarakat lebih memilih bepergian ke desa wisata atau wisata lokal dibandingkan ke luar kota.

Pihaknya memprediksi wisata ke luar kota baru akan ramai setelah vaksinasi massal selesai. 

Desa wisata adalah komunitas atau masyarakat yang terdiri dari para penduduk suatu wilayah terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung dibawah sebuah pengelolaan dan memiliki kepedulian serta kesadaran untuk berperan bersama dengan menyesuaikan keterampilan individual berbeda.


Desa wisata dibentuk untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai pelaku langsung dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian kami dalam menyikapi potensi pariwisata atau lokasi daya tarik wisata diwilayah masing-masing desa.



"Saat ini masyarakat masih enggan bepergian wisata ke luar kota menggunakan pesawat atu transportasi umum lainnya. Begitu juga ke luar negeri masih terhambat pembatasan akses antarnegara destinasi wisata lokal lebih diminati," ujar Yuswo, di Jakarta, Selasa 5 januari 2020 seperti dikutip dari Sindonews

Dia mengatakan masyarakat masih cenderung menghindari berwisata ke luar kota menggunakan transportasi karena takut tertular corona. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Inventure-Alvara mayoritas wisatawan hanya mengunjungi destinasi lokal atau desa wisata menggunakan kendaraan pribadi. 

"Konsumen lebih memilih tempat wisata yang masih bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh.

Selain itu, jarak yang dekat dan bisa diakses dengan kendaraan pribadi akan membuat masyarakat merasa lebih nyaman dan aman," jelasnya. 

Menurut dia dampak positifnya pengunjung destinasi wisata lokal mengalami peningkatan pengunjung sehingga mampu menggerakkan ekonomi di desa wisata.

Bahkan pihaknya memproyeksikan setelah enam bulan vaksin bepergian ke luar negeri juga belum diminati.

"Apabila vaksin sudah bisa di akases publik maka yang pertama di tuju tempat wisata ke luar kota. Setelah berbulan-bulan terkurung di rumah tentunya pariwisata menjadi tujuan untuk melepas penat," kata dia. 



- Nawir

Bagikan:

ARTIKEL LAINNYA

SSL